Monday, September 7, 2015

Cara Menghitung Daya Maksimum Transformator (trafo)

pembahasan mengenai trafo, cara menggulung dan menghitung jumlah gulungan sudah saya postingkan, nah,, pada artikel kali ini saya akan coba jelaskan bagaimana menentukan batas daya maksimum sebuah trafo?. Mungkin ada yang belum paham mengapa trafo memiliki ukuran 1A, 2A,3A dst, kenapa trafo dengan ampere yang lebih besar memiliki ukuran fisik trafo lebih besar juga??, padahal jumlah lilitannya sama untuk suatu nilai tegangan tertentu?... Mudah-mudahan artikel ini dapat membantu menyelesaikan pertanyaan itu. 

Daya Trafo

Kawat Email
Yang menentukan nilai sebuah trafo adalah ukuran kawat email, semakin besar daya yang diperlukan maka semakin besar pula ukuran diameter kawat email yang harus dipakai untuk menggulung trafo. Untuk trafo stepdown lilitan pada bagian primer akan selalu lebih kecil dibanding dengan gulungan pada bagian sekunder, ini jelas karena tegangan yang diberikan pada gulungan primer lebih besar yaitu 110V sd. 220V sebagai tegangan sumber dari PLN, sementara tegangan sekunder sebagai tegangan output trafo yang umum beredar dipasaran hanya antara 6V sd. 32V atau sesuai tegangan yang diperlukan untuk supply.

Sebaliknya untuk trafo step-up, gulungan kawat bagian primer memiliki ukuran lebih kecil dibanding bagian sekunder, karena tegangan sekunder memiliki tegangan output lebih besar dari tegangan primer, misalkan menaikan tegangan PLN 220V sebagai tegangan primer menjadi 400V pada bagian sekunder sebagai output.

Kawat Email

Ukuran diameter kawat email memiliki batas kemampuan dalam mengalirkan arus, jika besar arus yang mengalir melalui kawat email lebih besar dari kemampuan kawat email, maka kelebihan energi akan dibuang melalui panas, sehingga hal terjelek yang akan terjadi adalah terbakarnya kawat email. Tetapi jika ukuran kawat email yang dipakai untuk menggulung trafo lebih besar dari besar arus yang diperlukan, maka yang terjadi adalah ukuran gulungan yang akan menjadi lebih besar sehingga tidak akan muat dililit pada krane inti besi trafonya.

Berikut ini saya berikan contoh tabel ukuran kawat email dengan kemampuan mengalirkan arus listriknya.

Tabel spesifikasi kawat email
Tabel Spesifikasi Arus Kawat Email

Dikarena adanya faktor kerugian pada sebuah trafo akibat kualitas kawat email dan tahanan dalam kawat, maka disarankan menggunakan ukuran kawat yang sedikit lebih besar dari arus yang akan dilewatkan, gunakan 1 ukuran saja diatas spesifikasi kawatnya, misalkan untuk trafo dengan daya 1A, boleh menggunakan kawat dengan ukuran 0,5mm atau 0,6mm.



Sunday, September 6, 2015

Cara Menghitung Jumlah Lilitan Primer dan Sekunder Trafo

Pada artikel teori transformator sudah dijelaskan pengertian trafo dan cara kerjanya, tetapi mungkin ada para hobier elektronika yang ingin mencoba menggulung kawat trafo tetapi masih bingung berapa lilitan kawat email yang harus dililit pada bagian primer dan berapa lilit untuk bagian sekunder?. Nah pembahasan kali ini saya akan coba menjelaskan cara menghitungnya.

Jumlah lilitan perVolt (GpL)

Tegangan yang dipakai untuk trafo adalah arus ac, seperti yang kita ketahui arus ac sangat dipengaruhi oleh frekuensi dan sudah diketahui bersama bahwa listrik dinegara kita tercinta Indoensia memiliki frekuensi listrik 50Hz. Dalam menggulung trafo kita harus mencari banyaknya lilitan untuk setiap satu volt tegangan (GpL) yang dapat dihitung dari perbandingan frekuensi dengan luas inti besi.

Ada dua model trafo daya yang umum beredar dipasaran yaitu model inti besi EI dan model inti besi Teroid. Karena bentuk yang berbeda sehingga untuk menghitung lilitan pada kedua jenis trafo menggunakan rumus yang berbeda pada hitungan luas inti besinya.
Inti Besi Trafo

 Untuk mencari GpL trafo model EI berlaku rumus

Rumus GpL Transformator Jenis IE


dan untuk trafo model Teroid berlaku rumus :

Rumus GpL Transformator Teroid

Dimana: GPV = Jumlah Lilitan perVolt, f = Frekeuensi, O = Luas penampang inti besi, Ri = Diameter dalam inti besi teroid, Ro = Diameter luar inti besi teroid, T = tinggi inti besi teroid

Contoh :
Sebuah Trafo model EI di bangun dengan koker inti besi yang memiliki panjang 2cm dan lebar 1,5cm. Jika frekuensi arus ac ditentukan sebesar 60Hz, hitung jumlah lilitan per volt (GpV)?
Jawaban:
GpV = f / O = 60Hz / (2 x 1,5) = 60 / 3 = 20. 

Dari penyelesaian diatas berarti untuk setiap 1V tegangan diperlukan 20 lilitan kawat email.

Jumlah lilitan primer dan sekunder

Untuk menghitung total lilitan kawat email pada bagian primer dan sekunder berlaku rumus yang sama untuk kedua jenis trafo yaitu :
Jumlah lilitan primer (Np) = GpV x Tegangan (V)

Contoh :
Hitung Jumlah lilitan pada bagian primer dan sekunder pada sebuah trafo model teroid dengan ukuran dieameter luar inti besinya 10cm, diameter dalam 7cm dan tinggi 2cm,  jika di gunakan untuk tegangan input PLN 220V dan tegangan output trafo 12V dengan frekuensi 60Hz?

Jawaban:
Jumlah Lilitan perVolt (GpV) = f/O, = 60/{(Ro - Ri)xT}, = 60/{(10 - 7)x2, = 60/6 = 10 lilit/Volt.
Jumlah Lilitan Primer (Np) = GpV x Tegangan = 10 x 220 = 2200 lilit.
Jumlah Lilitan Sekunder (Ns) = GpV x Tegangan = 10 x 12 = 120 lilit.

Cara melilit kawat email pada trafo

Cara menggulung kawat email pada koker atau teroid adalah sangat mudah yaitu dimulai dengan lilitan primer sebanyak lilitan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan tegangan dengan cara menghitung sesuai rumus diatas. Setelah selesai menggulung lilitan primer kemudian diisolaso dengan lapisan plastik tahan panas untuk mencegah terjadinya hubung singkat dengan lilitan sekunder. Dan untuk lilitan sekunder digulung diatas lilitan primer yang sudah dibuat tadi.

Ukuran diameter kawat email yang dipakai disesuaikan dengan kebutuhan daya pada trafo tersebut, umumnya ukuran diameter kawat email yang digunakan untuk gulungan primer lebih kecil dibanding diameter kawat email untuk gulungan sekunder. Cara mengetahui ukuran kawat ini dibahas pada artikel lain mengenai batas arus dan daya trafo.

 




Saturday, September 5, 2015

Teori, dan Cara Kerja Transformator (Trafo)

Transformator

Transformator (Trafo) adalah komponen listrik yang berfungsi menurunkan tegangan AC (step-down) atau menaikan tegangan AC (step-up). Trafo dibangun dari dua buah lilitan yang terisolasi dan saling menginduksi, satu lilitan disebut lilitan primer yang akan menginduksi lilitan yang lainnya (sekunder). jumlah lilitan dan diameter kawat email dari setiap lilitan akan mempengaruhi tegangan dan arus yang dihasilkan pada bagian lilitan sekunder.

Trafo terdiri dari lilitan primer dan sekunder yang dililitkan bersama dan terisolasi pada lempengan-lempengan besi tipis yang disusun rapat sebagai core lilitan (inti besi). inti besi ini dibuat lempengan untuk mengurangi kerugian pada inti tersebut. Pada trafo step-down jumlah lilitan primer lebih banyak dibanding lilitan sekunder, sedangkan pada trafo step-up jumlah lilitan primer lebih sedikit dari lilitan sekunder.

Cara Kerja Transformator

Ketika lilitan primer diberikan tegangan ac, maka arus yang mengalir akan menimbulkan fluks magnetik pada lilitan primer yang akan menginduksi lilitan sekunder, akibatnya pada lilitan sekunder akan terjadi gaya gerak listrik (ggl) yang dikonversi menjadi tegangan output trafo.

Besar tegangan output trafo ditentukan oleh jumlah lilitan primer dibanding lilitan sekunder. Untuk menghitung tegangan output pada lilitan sekunder berlaku rumus:

Dimana : Vp = Tegangan Primer, Vs = Tegangan Sekunder, Np = Jumlah Lilitan Primer, Ns = Jumlah Lilitan Sekeunder

Faktor kerugian Trafo

Trafo disebut ideal ketika daya primer sama dengan daya sekunder, tetapi pada kenyataannya terjadi perbedaan daya sekunder yang lebih kecil dari daya primer, hal ini terjadi akibat kerugian yang dihasilkan dari histeristis core inti besi dan tahanan (resistansi) kawat email (tembaga).

Yang dimaksud kerugian inti besi dimana sebagian molekul fluks magnet yang dihasilkan oleh lilitan primer tertahan oleh core inti besi, akibatnya energi yang dihasilkan tidak sepenuhnya diinduksi pada lilitan sekunder.  Sedangkan kerugian kawat email dikarenakan adanya tahanan pada kawat email, sehingga arus yang tertahan pada kawat email tersebut akan dibuang melalui energi panas pada trafo. Untuk mengetahui kerugian arus pada lilitan kawat email ini berlaku rumus I2R

Dari penjelasan diatas tidak mungkin membuat trafo yang ideal 100%, tetapi Trafo dikatakan baik jika memiliki faktor kerugian maksimal 6% atau dengan kata lain memiliki efisiensi 94%. Untuk mengetahui berapa besar efisiensi dari sebuah trafo berlaku rumus:


Dimana : Ps = Daya sekunder, Pp = Daya primer, Is = Arus sekunder, Ip = Arus primer.



Monday, May 18, 2015

Karakteristik dan Cara Kerja Transistor Sebagai Swicth

Transitor Sebagai Switch (Saklar)

Pada rangkaian transistor penguat sinyal AC, bias tegangan pada transistor akan selalu berperasi pada kondisi aktif. Tetapi jika transistor diberikan bias DC maka transistor akan bekerja seperti saklar dengan cara mengontrol arus pada kaki basisnya. Jika kaki basis diberi arus yang besar maksimal sama dengan tegangan supply, maka transistor akan berada pada kondisi ON seperti saklar tertutup yaitu arus akan mengalir antara kolektor dan emiter. sebaliknya jika arus yang diberikan ke kaki basis sangat kecil transistor akan seperti saklar terbuka atau kondisi OFF.

Rangkaian switch dengan transistor banyak digunakan sebagai pengontrol relay, motor, selenoid dan lampu atau sebagai driver input-output pada rangkaian IC digital (TTL). Cara kerja transistor sebagai saklar berada pada 2 keadaan yaitu; kondisi Saturasi (switch ON) dan kondisi Cut-Off (switch OFF), untuk lebih jelasnya perhatikan gambar grafik dibawah ini:

Wilayah Fully-Off (Cut-Off) Transistor

Ketika arus yang masuk ke kaki basis sangat kecil bahkan mendekati nol, kondisi ini mengakibatkan transistor berada pada dkondisi Cut-Off sehingga arus pada kolektor mejadi nol dan besar tegangan antara kaki kolektor dan emitter sama dengan supply (VCC). kondisi ini tidak ada arus mengalir antara kaki kolektor dan emiter seperti saklar terbuka atau OFF. Perhatikan gambar dibawah ini:

Cut-off Transistor
Cut-off Transistor


Karakteristik Cut-Off Transistor

  • Tegangan basis emiter (VBE) kurang dari 0,7V.
  • kondisi forward bias antara kaki Basis dan kaki Emiter
  • kaki basis - kolektor pada kondisi reverse bias
  • Tidak ada arus yang mengalir ke kolektor atau IC = 0
  • Vout = VCE = VCC = 1
  • Transistor beroperasi seperti saklar terbuka.
  • Kaki basis harus lebih negatif dari emiter untuk transistor jenis NPN, dan untuk transistor tipe PNP arus basis harus lebih positif dari kolektor.

Wilayah Saturasi Transistor

Transistor akan berada pada kondisi saturasi jika arus yang masuk ke kaki basis sangat besar, bahkan sampai ketitik jenuh sehingga arus pada kaki kolektor akan maksimum (IC=VCC/RL). Kondisi seperti ini diibaratkan seperti saklar pada posisi ON. Perhatikan gambar berikut:

Saturasi Transistor
Saturasi Transistor


Karakteristik Saturasi Transistor

  • Tegangan basis - emiter (VBE) lebih besar dari 0,7V
  • Kondisi Basis - emiter adalah forward bias
  • Kondisi basis - kolektor adalah forward bias
  • Arus yang mengalir pada kolektor adalah maksimum (Ic = Vcc/RL)
  • Tegangan kolektor - emiter (VCE = 0)
  • VOUT = VCE = 0
  • Transistor beroperasi seperti saklar tertutup.
  • Kaki basis harus lebih positif dari emiter untuk transistor jenis NPN, dan untuk transistor tipe PNP arus basis harus lebih negatifdari kolektor. 

Cara Menghitung Resistor basis Transistor Sebagai Switch

Arus pada kaki kolektor dapat diatur sesuai kebutuhan dengan cara memasang resistor pembatas arus pada kaki basis, untuk menghitung berapa nilai yang tepat berlaku rumus berikut ini:


IB = IC
RB = (VIN - VBE) / IB

dimana RB = R basis, VBE = tegangan basis-emiter, IB = arus basis

Contoh:
Jika sebuah transistor memiliki nilai β = 200, dibuat rangkaian switch dengan supply 5V, dibutuhkan arus output kolektor 100mA untuk mendrive sebuah relay. hitunglah arus basis minimal sehingga transistor mencapai titik saturasi, dan berapa resistor basis yang diperlukan?

Jawab:
IB = IC
IB = 100mA/200 = 0,5mA

RB = (VIN - VBE) / IB
RB = (5V - 0,7) / 0,0005A
RB = 8600Ω = 8,6KΩ 
 Jadi resistor basis yang harus dipasang maksimal 8,6k.

Catatan:
  • Pergunakan transistor dengan spesifikasi arus kolektor yang lebih besar dari kebutuhan
  • Jika arus kolektor yang dibutuhkan sangat besar maka dapat menggunakan dua buah transistor yang dirangkaian secara darlington, hal ini akan dibahas secara khusus pada artikel mengenai transistor darlington.

Tuesday, May 5, 2015

Teori, Jenis, Simbol dan Karakteristik Resistor

Teori Resistor

Besar arus dan tegangan pada sebuah rangkaian elektronika disesuaikan dengan kebutuhan setiap komponen pada setiap blok rangkaian, jangan sampai melebihi batas maksimalnya karena akan mempengaruhi kerja dari sebuah blok rangkaian seperti cacat sinyal atau bisa mengakibatkan kerusakan komponen, dan juga jangan terlalu rendah karena kemungkinan rangkaian tidak bekerja optimal atau menghasilkan cacat sinyal. Untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan komponen yang mampu mengatur kebutuhan arus dan tegangan pada rangkaian, dan komponen tersebut adalah Resistor (R).

Resistor atau tahanan memiliki satuan nilai Ohm (Ω), sehingga ditemukanlah sebuah rumus yang dikenal dengan hukun Ohm (Ohm Law) untuk menghitung besar arus dan tegangan yang dihasilkan dari sebuah rangkaian resistor. Nilai resistor tersedia mulai dari ukuran terkecil 0,1 sampai ukuran terbesar dengan satuan MegaOhm (Jutaan Ohm).

Resistor
Resistor
Arus yang mengalir dapat dibatasi dengan resistor, contohnya pada resistor pembatas arus pada LED, Transistor atau komponen semikonduktor lainya yang rentan rusak akibat arus yang terlalu besar. Dan untuk mengatur besar tegangan contohnya pada rangkaian resistor pembagi tegangan atau  dikenal dengan Voltage Divider Resistor, atau pada pull down - pull up resistor input atau output IC digital (TTL)

Penjelasan diatas merupakan fungsi resistor sendiri terhadap arus dan tegangan, tetapi jika resistor dirangkai dengan komponen kapasitor dan induktor maka akan memiliki fungsi lain yaitu sebagai filter frekuensi.

Model dan Simbol Resistor

Model resistor ada dua, selain resistor yang memiliki nilai tetap, ada juga resistor yang nilainya bisa berubah secara manual seperti potensiometer dan nilainya berubah karena efek sensor seperti pada LDR yang nilainya resistansinya akan berubah karena intensistas cahaya yang mengenainya. Tetapi mereka tetap memiliki batas maksimum nilai resistansinya.

Kode yang dipakai sebagai standar internasional untuk komponen resistor adalah "R", dan ada dua simbol resistor yang digunakan pada skema rangkaian elektronika yaitu model kotak dan zig-zag. Berikut ini tabel simbol reistor dan beberapa contoh gambar model resistor.

Jenis dan Simbol Resistor
Jenis dan Simbol Resistor
  • LDR
Cahaya terang, redup atau gelap dapat merubah nilai resistansi sebuah LDR (Light Dependent Resistor). Bagian utama dari komponen ini adalah sensor photo resistif yang berfungsi menangkap intensitas cahaya sebuah LDR. Nilai resitansi akan semakin besar mencapai 10M ketika cahaya yang mengenai LDR semakin gelap dan sebaliknya semakinterangnya cahaya yang mengenai LDR akan mengecil sampai sekitar 100Ω. Dengan kata lain sensor cahaya adalah sebutan yang paling dikenal untuk LDR.
  • Thermistor (PTC / NTC)
Sensor suhu adalah sebutan yang populer untuk komponen Thermistor (Thermal Resistor), karena fungsinya komponen ini terbagi dua jenis yaitu PTC (Positive Temperature Coefficient) dan NTC (Negative Temperature Coefficient). semakin memanas suhu maka akan nilai resistansi akan membesar ini sifat yang dimiliki oleh PTC, dan menurunya nilai resistansi seiring mamanasnya suhu adalah sifat dari NTC.

Jenis dan Karakteristik Resistor

Untuk mengurangi masalah pada suatu rangkaian yang memerlukan akurasi tinggi, maka perlu diperhatikan resistor yang akan digunakan. Karakteristik setiap jenis resistor berbeda-beda, seperti rating tegangan dan arusnya, stabilitasnya, rating temperaturnya, dll. tetapi pada dasarnya yang membedakan jenis dari resistor adalah bahan dasar pembuatannya. Dibawah ini saya coba jelaskan karakteristik dari beberapa jenis bahan resistor sebagai berikut:

1.Resistor Karbon.


Resistor Karbon
Resistor Karbon
Bahan dasar resistor karbon adalah serbuk karbon bertimbal yang dikomposisikan dengan keramik dan dikemas secara padat. Bersifat non induktif, batas daya mulai dari 1/4w sampai 2w, dan toleransi yang dimiliki mulai dari 5 s/d 20%, pada awal diproduksi resistor karbon memiliki nilai terkecil 1Ω dan nilai terbesar yang tersedia dipasaran adalah sampai 22MΩ, tetapi sayang sekarang hanya tersedia beberapa nilai saja. kelebihan reisistor ini ialah bekerja baik pada frekuensi tinggi tetapi kelemahannya jika panas menjadi tidak stabil.

2. Resistor Film


Resistor Film
Resistor Film
Resistor Film terdiri dari resistor metal film, resistor karbon film, dan Resistor oksida film, bahan dasarnya adalah metal murni seperti logam nikel atau oksida timah dan karbon yang dibentuk spiral (lilitan) diatas batang keramik bubuk yang dipadatkan atau substrat. Ketebalan dan kerapatan spiral menentukan nilai resistansi dari resistor film.

Jika dibandingkan dengan karbon film, resistor metal film memiliki stabilatas temperatur yang sangat baik dan noise yang dihasilkan rendah sekali (low noise) sehingga sangat baik digunakan untuk aplikasi frekuensi tinggi atau rangkaian radio frekuensi. Sedangkan resistor oksida film memiliki spesifikasi sangat baik dengan daya yang sangat tinggi dibanding resistor metal film.

Resistor film bekerja baik untuk daya rendah, dipasaran tersedia mulai 0,25w sampai dengan 2w dengan nilai terkecil mulai dari 0,1Ω sampai nilai terbesar 10MΩ. Kode resistor film diawali dengan "MFR" (contoh MFR 10KΩ), dan toleransi tersedia mulai dari 0,1% sampai tertinggi 5%. Sedangkan resistor karbon film diawali dengan kode "CF" (contoh CF 10kΩ) dan memiliki toleransi mulai dari 5% sampai 10%

3. Resistor Wirewound.


Resistor Wirewound
Resistor Wirewound
Bahan dasar resistor wirewound adalah kawat tipis nichrome atau sejenisnya yang dililitan secara spiral diatas kore keramik, biasanya digunakan untuk rangkaian daya besar dan resistor ini tersedia sampai 300w, namun nilai resistansi yang ada  terbatas mulai dari 0.01Ω s/d 100kΩ. resistor ini banyak dipakai pada rangkaian jembatan Whetstone. Memiliki resistansi antara 1 s/d 10%.
"Chassis Mounted Resistor" adalah sebutan lain dari resistor wirewound karena spek daya yang besar sehingga harus ditempelkan ke pendingin atau sasis untuk membuang panas yang dihasilkan.


Ada resistor yang lebih baik lagi secara spesifikasinya, seperti stabilitas temperaturnya, sangat low noise dan juga rating tegangan yang tinggi, resistor ini adalah resistor thick film yang dikenal sebagai resistor SMD (Surface Mount Resistors), kelemahan yang dimiliki reisstor ini cuma daya dan arus yang dimilikinya kecil.

Monday, May 4, 2015

Cara Menghitung Nilai Kode Warna Resistor

Kode Warna Resistor

Kenapa nilai resistor dikodekan dengan warna?.. sebetulnya pemakain kode warna ini adalah untuk mempermudah dalam pembacaan nilai resistansi sebuah resistor. Kode warna ini sengaja dibuat melingkar pada badan resistor supaya dapat mudah membaca dari sisi manapun. Kode warna ini ditemukan sekitar tahun 1920 oleh sebuah organisasi industri elektronik di Amerika dan Eropa.  Dan sekitar tahun 1957 ditetapkan menjadi standar internasional yang dikenal dengan standar EIA-RS-279.

Standar EIA-RS279 menetapkan model penghitungan kode warna menjadi tiga yaitu pengkodean empat warna dan lima warna yaitu hanya untuk menghitung nilai resistor dan toleransinya, dan pengkodean dengan enam warna yang dilengkapi dengan warna untuk nilai daya resistornya. Cara menghitung dari ketiga jenis pengkodean itu sedikit berbeda yaitu untuk nilai perkaliannya berada pada warna ke tiga untuk pengkodean dengan 4 warna, dan pada warna ke empat untuk pengkodean 5 warna sedangkan warna terakhir sama sebagai kode warna untuk nilai toleransi. Sedangkan untuk pengkodean 6 warna cara menghitungnya sama seperti kode 5 warna sedangkan warna ke enamnya sebagai nilai daya resistor tersebut. Untuk jelasnya cara menghitung kode warna dan untuk mempermudah menghapal nilai dari setiap kode warna bisa dilihat dari gambar dan tabel dibawah ini:

Kode Warna Resistor
Tabel dan Cara Menghitung Kode Warna Resistor

Batas daya pada resistor dengan pengkodean 3 dan 4 warna biasanya cukup dilihat dari ukuran fisik resistor, dan bukan sesuatu yang sulit jika sobat sudah terbiasa menggunakan komponen resistor. Bagi para pemula terutama siswa yang masih belajar elektronik ada cara untuk memudahkan menghapal kode-kode warna resistor, hampir semua guru elektronik memberi cara ini. Caranya yaitu dengan mengambil kasokata depannya saja dari setiap warna secara berurutan sesuai tabel diatas, seperti dibawah ini:



Cara penulisan resistor ada beberapa model, perhatikan contoh penulisan nilai resistor dari ukuran terkecil sampai nilai terbesar sebagai berikut:

0.47Ω = R47 atau 0R47
680Ω = 680R atau 0K68
680KΩ = 680K atau 0M68
1MΩ = 1M0

Toleransi Resistor

Toleransi resistor adalah perbedaan antara nilai resistor yang tertulis terhadap nilai sebenarnya yang terukur. Perbedaan nilai ini terjadi saat memproduksi komponen tersebut akibat sedikit perubahan karakter bahan dasar karena efek panas, kepresisian, konstruksi bahan dll. perbedaan nilai yang tertulis dengan nilai real yang terukur biasanya berkisar 1% hingga 20% tergantung bahan dasar resistor yang digunakan. Satu contoh, sebuah resistor tertulis memiliki nilai 1kΩ dengan toleransi ± 20 % artinya jika resistor tersebut diukur dengan alat ukur ohm meter nilai yang akan terukur antara minimal 800Ω sampai dengan maksimal 1k2Ω, perhatikan penjelasan berikut ini:
 
Nilai maksimum
 1kΩ atau 1000Ω + 20% = 1,200Ω

Nilai minimum
1kΩ atau 1000Ω – 20% = 800Ω

Selain dengan kode warna, nilai toleransi ada juga yang ditulis dengan hurup sebagai kodenya, contohnya pada resistor-resistor daya besar seperti resistor karbon yang berwana putih yang biasa dipakai pada penguat akhir amplifier tertulis nilai resistor 5k6 J  artinya resistor tersebut memiliki nilai resistansi 5600Ω  dengan tolerasni 5%. Kode-kode hurup untuk nilai toleransi adalah sebagai berikut:

        B artinya 0,1%, C artinya 0,25%, D artinya 0,5%, F artinya 1%, G artinya 2%, J artinya 5%,
K artinya 10% dan M artinya 20%

Thursday, April 23, 2015

Teori Transistor, Jenis, Simbol, Fungsi dan Karakteristik

Teori Transistor

Termasuk dalam komponen semikonduktor aktif adalah transistor, Transistor sebenarnya kepanjangan dari Transfer dan Varistor. Mengenal karakteristiknya transistor terbagi dua kategori ialah  Bipolar Junction Transistor (BJT)  dan Unipolar Transistor. Kerja transistor pada dasarnya difungsikan sebagai saklar elektronik (Switching) dan penguat sinyal (Amplifier).

TransistorSekitar tahun 1947an, Tiga orang ilmuwan fisika asal Amerika yaitu William Shockley beserta rekannya John Barden, dan W. H Brattain yang tergabung sebagai peneliti pada sebuah laboratorium milik perusahaan AT&T Bell, merekalah yang berhasil pertama kali menemukan Transistor.  

Transistor adalah nama yang diberikan oleh ilmuwan John Robinson karena sifat kerjanya komponen ini yang dapat menghantarkan energi dengan kekuatan daya hantar dapat ditentukan dengan cara mengatur nilai tahanan pada bias pengontrolnya. Pernyataan ini sesuai dengan kepanjangan kata dari transistor yaitu Transfer (Pemindahan) dan Varistor (Variable Resistor).

Dan sekitar tahun 1958an, komponen transistor mulai digunakan pada rangkaian elektronik dalam projek-projek penelitian para ilmuwan tersebut.

 Jenis dan Simbol Transistor

1. Bipolar Junction Transistor (BJT)

Bi artinya dua dan Polar asal kata dari polarity yang artinya polaritas, dengan kata lain bipolar junction transistor (BJT) adalah jenis Transistor yang memiliki dua polaritas yaitu hole (lubang) atau elektron sebagai carier (pembawa) untuk menghantarkan arus listrik. Prinsip dasar konstruksinya disusun seperti dari dua buah dioda yang disambungkan pada kutub yang sama yaitu Anoda dengan anoda sehingga menghasilkan transistor jenis NPN atau Katoda dengan katoda yang menjadi transistor jenis PNP. kaki pada transistor BJT ada 3 yaitu kaki Basis sebagai titik pertemuan dua dioda dan dua kaki lainnya adalah kolektor dan emiter. Perhatikan gambar berikut:


Simbol Transistor Bipolar
Simbol Transistor Bipolar

Konstruksi sambungan pada transistor BJT terdiri dari 2 lapisan penyangga atau sering disebut depletion layer, lapisan penyangga pertama yaitu antara kaki basis dan kolektor dan yang kedua lapisan penyangga antara basis dan emiter. Untuk membuat sambungan antara basis dengan emiter maka lapisan penyangga dibuat lebih tebal dibanding dengan lapisan penyangga untuk sambungan kolektor dan basis, tetapi ketebalan masing-masing lapisan ini dapat berubah sesuai besar arus pada yang diberikan pada kaki basis.

Seperti kita ketahui bahwa komponen dioda memiliki tegangan drop, itu juga terjadi untuk transistor, dimana tegangan drop ini tergantung dari bahan semikonduktor yang digunakan. umumnya untuk transistor berbahan silicon memiliki tegangan drop 0,7V. Tegangan drop ini adalah minimal tegangan yang bisa menembus lapisan penyangga pada transistor. Transistor BJT bekerja berdasarkan besar arus pada kaki basis sebagai biasnya, semakin besar arus bias pada kaki basis maka semakin besar juga arus yang dapat dihantarkan antara emiter ke kolektor..

Jika dijadikan sebagai rangkaian penguat atau amplifier, ada 3 konfigurasi rangkaian dasar penguatan transistor antara lain:
  1. Rangkaian penguat basis bersama (Common base), pada konfigurasi ini tegangan yang akan diperkuat.
  2. Rangkaian penguat kolektor bersama (Common Colector), Arus yang akan diperkuat pada konfigurasi ini.
  3. Rangkaian emiter bersama (Common eiter), Konfigurasi ini akan menghasilkan penguatan arus dan tegangan.
Artikel lainnya akan membahas lebih detail dari masing-masing konfigurasi rangkaianb diatas.

2. Unipolar Junction Transistor (UJT)

Uni artinya satu Polar artinya polaritas. Pada transistor UJT hanya satu polaritas saja yang dijadikan carier/pembawa muatan arus listrik, yaitu elektron saja atau hole/lubangnya saja, tergantung dari jenis transistor UJT tersebut. Karena prinsip kerjanya transistor ini berdasarkan dari efek medan listrik, maka transistor UJT lebih dikenal dengan nama FET (Field Efect Transistor) atau Transistor Efek Medan. Sama seperti transistor Bipolar FET juga memiliki 3 kaki tetapi dengan nama yang berbeda yaitu Gate (G) seperti basis pada transistor BJT, Drain (D) seperti koleltor dan Source (S) seperti emiter . .

Simbol FET
Simbol Field Efect Transistor (FET)

Berbeda dengan BJT, Arus Output pada kaki Drain ini dikontrol oleh besar tegangan pada kaki gate, Perubahan besar tegangan pada gate akan merubah besar arus pada kaki drain, efek membesar atau mengecilnya arus pada kaki drain ini ditentukan oleh konstruksi FETnya. FET dibagi dua jenis yaitu kanal P seperti BJT jenis NPN  dan FET kanal N seperti BJT jenis PNP, dan keluarga FET  yang sering digunakan yaitu JFET kepanjangan dari Junction-Field Efect Transistor dan MOSFET kepanjangan dari Metal Oxide Semiconductor-Field Efect Transistor . Cara kerja mosfet ada dua model dan ini ditentukan oleh konstruksinya yaitu Enhancement mode (mode penebalan) dan Depletion mode (mode penipisan), sedangkan cara kerja JFET hanya pada mode Depletion saja.

Untuk penjelasan masing-masing jenis FET dibahas pada artikel lain secara detail..

Karakteristik Transistor

Transistor bipolar dan Unipolar memiliki perbedaan karakteristik dari cara kerjanya, Ada kekurangan dan kelebihan dari keduanya.. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari tabel karakteristik transistor dibawah ini:

Karakteristik Transistor
Karakteristik Transistor


Cara kerja  J-FET dan cara kerja  MOSFET juga berbeda, dilihat dari tabel dibawah ini.

Cara Kerja FET
Cara Kerja FET

Dari tabel diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Pada FET dengan mode penebalan atau enhancement modes, Jika tegangan pada Gate bukan (0V) maka kondisi FET sama dengan "OFF" atau seperti switch yang terbuka, danFET akan "ON" seperti switch tertutup jika tegangan pada Gate diberi  (+V) untuk kanal-N. Dan proses sebaliknya terjadi untuk FET dengan jenis kanal-P
  • Sebaliknya pada FET deplestion mode (mode penipisan), jika gate tegangannya bukan (0V) maka FET pada kondisi "ON" (close switch). Dan akan "OFF" (close switch) jika tegangan untuk Gate diberi polaritas negatif (-V) prose ini berlaku untuk jenis FET kanal-N dan proses sebaliknya untuk FET jenis kanal-P

Wednesday, April 22, 2015

Rangkaian LR Seri

Rangkaian Induktor

induktor ideal adalah  yang tidak memiliki resistansi atau kapasitansi pada gulungan koilnya, arus yang mengalir melalui induktor ini tidak berubah seketika, tetapi nilai arus naik bertahap secara konstan yang ditentukan oleh induksi diri emf dalam induktor.

Tetapi dalam kenyataannya koil atau kumparan  selalu memiliki nilai resistansi sekecil apapun dikarenakan dari lilitan kawat tembaga yang digunakan akan memiliki sifat resistif.

Untuk simulasi nilai induktansi "L" dengan nilai resistansi "R"  dalam koil, maka dibuat sebuah rangkaian seri L dan R. Hambatan R merupakan nilai resistif DC dari lilitan kawat yang ada dalam sebuah lilitan. Perhatikan contoh rangkaian dibawah ini :


Rangkain Induktor
Rangkaian Induktor

Dari gambar diatas sebuah rangkaian RL dihubungkan dengan sumber tegangan DC yang melewati saklar on/off, dimana pada saat saklar ditutup arus mengalir melalui rangkaian tetapi arus tidak naik cepat ke nilai arus maksimum (Imax), dikarenakan rasio dari tegangan dan hambatan V/R (hukum Ohm)

Hal ini terjadi karena adanya induksi diri emf dalam induktor sebagai efek dari pertumbuhan fluks magnetik. setelah transisi waktu dari nilai tegangan menetralkan efek dari induksi diri emf, arus yang mengalir menjadi knonstan dan medan induksi di reduksi menjadi nol.

kita dapat menggunakan hukum kirchop (Kirchop Voltage Law / KVL), untuk menentukan nilai tegangan pada setiap titik dalam rangkaian, sehingga hasilnya dapat diekpresikan untuk mengetahui nilai arus yang mengalir pada setiap titik pada rangkaian dengan hukum ohm.

Hukum Kirchop :

V(t) = VR + VL = 0

Tegangan pada resistor dapat dengan hukum ohm sebagai berikut : 

VR = I x R

tegangan pada induktor dapat dihitung dengan rumus :

VL = L x (di/dt)

persamaan akhir dari kedua rumus diatas adalah sebagai berikut :

V(t) = (I x R) + {L x (di/dt)}

Dari persamaan diatas kita dapat pahami bahwa tegangan jatuh pada resistor  tergantung dari arus, sedangkan tegangan pada induktor tergantung dari laju perubahan arus (di/dt), sehingga nilai arus pada setiap konstanta waktu berlaku  persamaan sebagai berikut :

I(t) = (V/R) x (1-e-Rt/L)
dimana :
V = Tegangan (Volt), R = Resistansi (Ohm), L = Induktansi (Henry), 
t = waktu (detik), e = Logaritma dasar = 2,71828

persamaan diatas adalah konstanta waktu dari rangkaian RL dan V/R juga merupakan nilai maksimum steady state arus pada rangkaian RL. setelah arus mencapai nilai maksimum (steady state) pada 5 konstanta waktu (5t), nilai induktansi dari kumparan telah berkurang menjadi nol. Keadaan ini diibaratkan seperti hubungan pendek (short circuit) maka pada saat ini induktansi akan dianggap nol. sehingga arus yang mengalir hanya dibatasi oleh nilai resistif dari kumparan. Grafik pertumbuhan tegangan terhadap waktu dapat di gambarkan sebagai berikut :


Grafik Konst Waktu Rangkaian Induktor
Grafik Konst Waktu Rangkaian Induktor


Karena tegangan jatuh pada resistor (VR) sama dengan IxR (Hukum Ohm), maka akan tumbuh secara eksponensial yang sama dengan bentuk arus. Namun, jatuh tegangan induktor, VL akan memiliki nilai yang sama dengan Ve (-Rt / L). dan tegangan induktor (VL) akan memiliki nilai awal sama dengan tegangan baterai pada saat t = 0 atau ketika saklar ditutup dan kemudian menurun secara eksponensial ke nilai nol seperti yang digambarkan dalam kurva di atas.

Waktu yang diperlukan untuk arus yang mengalir dalam rangkaian seri LR untuk mencapai nilai steady state maksimum setara dengan sekitar 5 konstanta waktu atau 5τ. Satu konstanta diukur dengan T = L / R, dengan satuan detik. R adalah nilai resistor dalam ohm dan L adalah nilai dari induktor di Henries. Hal ini kemudian menjadi dasar dari rangkaian pengisian RL yang 5τ juga dapat dianggap sebagai "5 x L / R" atau waktu transisi rangkaian.

Transisi waktu dari rangkaian Induktif ditentukan oleh induktansi dan perlawanan arus. jika nilai resistansi dinaikan maka transisi waktu dalam rangkaian akan menjadi lebih pendek. Hal ini terjadi karena meningkatnya nilai resistansi, rangkaian menjadi lebih resistif sehingga nilai induktansi menjadi diabaikan dibanding dengan resistansi. jika nilai resistansi meningkat cukup besar dibanding dengan induktansi, transisi waktu menjadi lebih efektif berkurang bahkan mencapai nilai nol.

Contoh  Soal :
Sebuah induktor / koil memiliki induktansi 100mH dengan resistansi sebesar 10 ohm diberikan tegangan sebesar 12V, maka dapat diperoleh perhitungan sebagai berikut :

a. Arus maksimum (steady state current) :
I = V/R = 12/10 =1,2A

b. Konstanta waktu :
t = L/R = 0,1/10 = 1,01s atau 10ms

c. Waktu Transisi :
5t = 5 x 0,01 = 50ms

d. nilai induksi diri emf setelah 10 detik :

Induksi Diri emf

e. Arus yang mengalir pada satu konstanta waktu saat switch di on :
I(t) = (V/R) x (1-e-Rt/L)

karena konstanta waktu seperti persamaan b adalah 10ms, maka nilai arus adalah :